Minggu lalu, seorang developer Indonesia Muhammad “Fahmitsu” Fahmi merilis sebuah game bernama What Comes After bersama Rolling Glory Jam. Ia adalah salah satu orang yang terlibat dalam pengembangan Coffee Talk. Karena cukup suka dengan tersebut, kami tentu penasaran pengalaman seperti apa yang ditawarkan game baru ini.
What Comes After punya durasi bermain yang cukup singkat dan bisa kamu tamatkan dalam durasi kurang lebih satu hingga dua jam. Tapi selama durasi itu kamu akan disajikan dengan cerita yang menarik tentang hidup dan mati.
Perspektif Hidup dan Mati

Kamu bermain sebagai seorang gadis muda bernama Vivi. Ketika hendak pulang dengan kereta, ia tertidur hingga kereta dikosongkan. Tapi ketika bangun kereta yang ia tumpangi berubah menjadi kereta yang mengantarkan mereka yang sudah mati ke afterlife atau alam baka. Masalahnya adalah, meskipun sempat berpikir untuk bunuh diri, ia masih hidup dan “terdampar” di kereta tersebut. Untungnya, “kondektur” kereta tersebut mau mengantarnya kembali ke dunia nyata, tapi setelah ia selesai mengantarkan para penumpang kereta ke afterlife.
Sejatinya, What Comes After tidak punya gameplay sama sekali. Kamu hanya berjalan dan mengajak bicara semua karakter yang kamu temui. Presentasinya juga cukup sederhana, dengan mayoritas karakter tidak memiliki ekspresi dan tanpa musik kecuali di bagian akhir. Jadi satu-satunya aspek yang bisa dinilai adalah ceritanya.

Kamu akan melewati semua gerbong kereta dan mengajak bicara semua makhluk yang bisa kamu temui, mulai dari manusia, hewan, hingga tanaman. Mereka akan bicara layaknya manusia biasa dan menceritakan bagaimana mereka mati dan seperti apa kehidupan mereka sebelum mati. Selain itu kamu juga akan melihat bagaimana cara mereka memandang kematian.
Perspektif terhadap hidup dan mati inilah yang jadi daya tarik utama What Comes After. Kamu akan melihat bagaimana beberapa karakter menjalani hidup mereka sebelum mati. Beberapa menjalani hidup yang fulfilling, tapi ada juga yang tidak. Tapi mayoritas tidak menyesali hidup yang mereka lalui setelah mati.

Tapi terlepas dari itu, seberapa besar dampak yang kamu dapatkan dari masing-masing perspektif ini sebenarnya tergantung dari masing-masing individu. Jika kamu melalui hari atau hidup yang sulit, kamu mungkin akan mendapatkan kata-kata dan perspektif yang bisa menghibur atau membuatmu lebih optimis. Jujur saja, beberapa perspektif yang diperlihatkan di game ini mungkin sudah bisa ditebak. Tapi saya tetap mengakui bahwa game ini bisa mencakup berbagai macam perspektif, bahkan dari makhluk hidup yang tidak bisa bicara.
Satu-satunya hal yang harus saya kritisi adalah setting-nya yang terlalu spesifik. Kereta yang jadi setting game ini hanya mengangkut mereka yang mati di radius 10 kilometer di sekitar stasiun di hari itu. Tapi hadirnya rusa yang mati akibat diterkam harimau, monyet liar, atau jamur liar di sekitar area kota yang terbilang cukup modern jadi sedikit sulit dipercaya. Selain itu meskipun mendapatkan resolusi, saya merasa latar belakang Vivi kurang digali lebih jauh, apalagi mengingat ia punya masalah percaya diri sampai berpikir untuk bunuh diri.
Kesimpulan

Sebagai interactive story, What Comes After mampu memberikan satu cerita yang unik. Dampak yang diberikan game ini mungkin tergantung pada siapa yang memainkannya. Tapi terlepas dari itu harus diakui game ini bisa memperlihatkan berbagai perspektif tentang hidup dan mati.
Jika kamu sedang mencari game singkat yang bisa dimainkan dengan santai sambil menikmati minuman hangat, kamu bisa mencoba game ini. Saat review ini ditulis, game ini juga bisa kamu dapatkan dengan harga yang cukup murah yaitu sekitar Rp30.000,-
