Mengenal NVENC, Teknologi Khusus dari NVIDIA untuk YouTuber dan Streamer


Baik hobi atau profesi, penciptaan video kini telah jadi aktivitas populer di kalangan gamer. Hardware apa yang cocok untuk melakukannya?

YouTuber atau streamer dewasa ini telah menjadi salah satu profesi yang cukup populer di kalangan para gamer. Bagaimana tidak, penyebaran internet yang semakin luas membuat akses konten multimedia jadi begitu mudah. Itu artinya pasar untuk penonton video juga menjadi sangat besar. Banyaknya YouTuber/streamer yang sukses juga membuktikan bahwa penciptaan video adalah jalur karier yang potensial, memberi kesempatan kepada para gamer untuk mengubah hobi mereka jadi ladang penghasilan.

BACA JUGA: Panduan Setting OBS untuk Jadi Live Streamer Game Handal

Seorang kreator video bisa memulai kiprah di YouTube (atau platform video lainnya) hanya dengan modal smartphone saja, namun untuk hasil yang lebih baik dan profesional, lambat laun PC yang mumpuni tentu akan jadi kebutuhan. Selain untuk memainkan game, PC juga sangat membantu untuk proses recording lebih mulus, editing lebih nyaman, dan rendering lebih cepat. Pertanyaannya sekarang, hardware seperti apa yang cocok untuk semua kebutuhan itu?

Haruskah punya PC seperti MiawAug untuk jadi streamer? Belum tentu. | Sumber: MiawAug

Kali ini Gimbot akan membahas satu aspek saja dari PC yang digunakan oleh seorang kreator konten gaming, yaitu graphic card. Pembaca Gimbot kemungkinan besar sudah tahu bahwa ada dua brand manufaktur graphic card yang saat ini dominan di pasaran, yaitu AMD (dulunya ATI) dan NVIDIA. Keduanya punya karakteristik tersendiri dan sama-sama punya kekurangan maupun kelebihan. Tapi kalau kamu butuh PC untuk kebutuhan kreasi konten, ada alasan mengapa NVIDIA bisa jadi pilihan lebih menjanjikan.

Oh ya, sebelumnya disclaimer dulu. Artikel ini tidak disponsori oleh NVIDIA. Gimbot hanya ingin mengajak kamu untuk memperluas wawasan dan menggali tentang salah satu teknologi di dunia gaming yang cukup menarik untuk diketahui. Yuk, kita mulai!

Apa Itu Video Encoder?

Sebelum masuk ke pembahasan teknologi intinya, Gimbot ingin mengajak kamu untuk mengingat kembali sesuatu yang sangat mendasar: apa yang dimaksud dengan sebuah video. Secara sederhana, video adalah sekumpulan gambar yang ditampilkan bergantian dengan kecepatan tinggi, sehingga gambar yang muncul di layar terlihat seolah-olah bergerak.

Zaman dahulu, video disimpan dalam media yang menggambarkan definisinya secara literal, yaitu pita transparan (disebut celluloid film atau tape) berisi sekumpulan gambar. Pita tersebut kemudian disoroti cahaya, dan diputar dengan kecepatan tinggi sehingga gambarnya muncul di sebuah layar sebagai video bergerak. Dari sinilah muncul istilah film atau motion picture/moving picture, dan istilah-istilah tersebut tetap populer hingga sekarang.

Sayangnya, menyimpan video dalam bentuk pita film seperti itu sangat repot, mudah rusak, dan makan banyak tempat. Seiring perkembangan teknologi, ditemukanlah cara penyimpanan yang lebih praktis, caranya dengan mengubah terlebih dahulu gambar-gambar dalam sebuah video menjadi sinyal elektronik. Sinyal-sinyal elektronik tersebut kemudian disimpan sebagai data dalam suatu medium, baik medium analog (misalnya VHS atau Betamax) maupun medium digital (misalnya CD atau hard disk).

Nah, proses mengubah video menjadi data untuk disimpan itulah yang disebut sebagai encoding. Sebaliknya, proses mengubah data simpanan tadi kembali menjadi sebuah video untuk ditampilkan disebut sebagai decoding. Alat untuk melakukan encoding disebut encoder, dan alat untuk decoding disebut decoder. Sementara alat yang bisa melakukan keduanya kita kenal dengan istilah codec (singkatan dari coder-decoder).

Di era video analog, proses penangkapan gambar serta penyimpananya semua dilakukan dengan menggunakan perangkat fisik. Tapi kini kita hidup di era digital, di mana semua data dapat disimpan sebagai sinyal-sinyal elektronik yang seragam. Setelah gambar ditangkap oleh suatu sensor, gambar itu akan diterjemahkan menjadi sinyal digital, kemudian disimpan menjadi data oleh encoder.

Karena semua data yang ditangani adalah data digital, encoder dan decoder bisa memiliki wujud berupa software saja. Bahkan kini satu perangkat bisa mengandung banyak macam codec sekaligus. Smartphone milikmu mungkin mampu merekam dan memainkan video dalam beragam format seperti AVI, MP4, dan MKV. Itu karena smartphone tersebut mengandung encoder dan decoder untuk AVI, MP4, dan MKV, sehingga mampu menerjemahkan data dalam format-format tadi menjadi sebuah video.

Masalah Klasik Konten Gaming

Untuk menciptakan konten bertema gaming, kita harus merekam game yang sedang kita mainkan menjadi sebuah video. Untuk gamer PC, proses ini dilakukan menggunakan software khusus yang bisa menangkap tampilan layar, contohnya seperti Open Broadcaster Software (OBS) atau XSplit. Software tersebut kemudian akan meng-encode hasil tangkapan layar itu menjadi file video dengan format yang kita inginkan.

Masalahnya, proses mengubah tampilan layar menjadi file video itu bukan proses yang mudah. Ini karena sebetulnya proses encoding tidak sekadar “menyimpan” saja, tapi juga disertai kompresi agar file yang dihasilkan tidak terlalu besar. Encoder canggih bisa menyimpan video berkualitas sangat tinggi dengan ukuran file yang sangat kecil, tapi proses encoding-nya juga akan menjadi lebih kompleks dan berat.

Proses encoding ini akan “memakan” sebagian resource dari komputer kamu, terutama di bagian processor. Kalau kamu hanya merekam game yang ringan, dengan resolusi layar yang kecil, serta pilihan kualitas video pas-pasan, hal ini mungkin tidak akan jadi masalah karena processor masih cukup kuat menjalankan semua kegiatan bersamaan. Tapi bila kamu main game berat dan ingin menciptakan video kualitas tinggi, komputermu bisa tersengal-sengal. Apalagi bila game itu sendiri sudah banyak membebani resource di processor.

Kinerja processor bisa habis hanya untuk encoding saja, akibatnya game yang kamu mainkan jadi laggy, mungkin malah proses encoding juga error atau gagal. Tentu saja kamu bisa mengatasinya dengan membeli processor yang lebih canggih dan cepat, namun cara itu butuh banyak biaya.

Ini adalah masalah yang lazim muncul dalam kreasi konten gaming, tapi sebetulnya tak terbatas pada gaming saja. Kegiatan produksi video apa pun dapat memberatkan kinerja processor, sehingga bila sebuah komputer sedang digunakan untuk encoding atau rendering, sering kali komputer itu jadi tidak bisa dipakai mengerjakan hal lain karena prosesnya terlalu berat.

Deus Ex: Mankind Divided, contoh game yang terkenal berat di processor | Sumber: Steam

Hardware Accelerated Encoding

Bagaimana caranya supaya kreator konten bisa merekam video sambil tetap memainkan game secara mulus? Atau supaya komputer tetap bisa digunakan secara normal walaupun sedang rendering video? Solusinya cukup sederhana: tambahkan saja satu hardware yang fungsinya khusus untuk encoding. Seluruh proses encoding akan ditangani oleh hardware tersebut, melepaskan beban yang tadinya harus ditanggung oleh processor. Metode ini disebut sebagai hardware accelerated encoding.

Hardware accelerated encoding mulai menjadi tren di kalangan produsen hardware komputer di era 2010an. Intel misalnya, mulai melengkapi processor keluaran mereka dengan teknologi yang disebut Intel Quick Sync Video sejak generasi Sandy Bridge. AMD juga menciptakan teknologi serupa dengan nama Video Coding Engine (VCE), mulai generasi Radeon HD 7900. Sementara NVIDIA memperkenalkan teknologi NVIDIA Encoder (NVENC) sejak GeForce seri 600 generasi Kepler.

Pilihan video encoder di OBS | Sumber: NVIDIA

Solusi encoding menggunakan hardware mungkin terdengar ideal, tapi sebenarnya tidak juga. Karena wujudnya adalah hardware fisik dan bukan software, konsumen yang bukan kreator video jadi dirugikan karena mereka harus membayar untuk fitur yang tidak akan pernah mereka gunakan. Kendala lainnya adalah karena hardware tidak bisa diubah-ubah, kualitas video yang dihasilkan juga tidak bisa diatur secara fleksibel.

Meski demikian, solusi ini terbukti sangat membantu bagi para kreator konten, terutama mereka yang memainkan game sambil live streaming. Beda dari video pada umumnya, video untuk live streaming tidak harus punya kualitas tertinggi sampai sempurna seluruh pixel. Penonton sudah maklum bila ada kekurangan baik dari segi resolusi ataupun kehalusan gambar, yang penting video bisa tayang dengan lancar.

Ditambah lagi, kini banyak pemirsa yang menonton lewat smartphone. Di layar kecil, perbedaan kualitas jadi tidak begitu terasa. Hardware accelerated encoding hadir untuk mereka yang butuh kecepatan performa. Sementara kreator video yang butuh kualitas setinggi-tingginya tetap dapat menggunakan metode encoding biasa.

Performa NVENC dibandingkan x264 biasa | Sumber: NVIDIA

Teknologi yang Terus Kejar-Mengejar

Paradigma bahwa hardware accelerated encoding pasti mengorbankan kualitas sampai sekarang masih berlaku. Namun seiring perkembangan zaman, teknologinya pun berkembang menjadi semakin canggih. Video yang disimpan dengan hardware accelerated encoding kini sudah bisa menyaingi kualitas video yang diciptakan dengan cara biasa, meskipun tentu bila diperhatikan secara mendetail kekurangannya tetap akan terlihat.

Di sinilah NVIDIA memiliki keunggulan dibandingkan rivalnya, AMD, setidaknya untuk saat ini. Sejak era GTX 10XX, NVIDIA semakin menyempurnakan teknologi NVENC dengan performa jauh lebih cepat, namun memiliki kualitas hasil mendekati encoder x264 biasa. Sebetulnya AMD pun melakukan hal serupa. Mereka telah menciptakan teknologi baru sebagai evolusi dari VCE, yaitu VCN (Video Core Next).

Perbandingan performa antara NVIDIA dan AMD bisa jadi bahan debat yang tak kunjung selesai. Untuk waktu yang cukup lama, NVENC telah diakui sebagai encoder yang lebih baik dibanding VCE. Dengan munculnya graphic card high-end yang menggunakan teknologi VCN, AMD pun bisa jadi akan menyalip NVIDIA di beberapa kasus. Tapi secara umum, bila kamu ingin performa streaming yang lebih konsisten, NVIDIA masih jadi pilihan banyak orang.

Pada akhirnya kamu tetap bebas membeli hardware apa saja, tinggal sesuaikan dengan kebutuhan dan anggaran. Namun bila kamu memiliki kebutuhan spesifik, ada baiknya kamu memilih hardware yang paling cocok dengan kebutuhan tersebut. Untuk kasus kebutuhan live streaming, fitur NVENC bisa jadi alasan untuk memilih kartu grafis keluaran NVIDIA. Tapi kalau menurutmu teknologi VCN lebih menjanjikan, tentu tidak ada yang melarang untuk berpaling ke arah sana. Mudah-mudahan artikel ini bermanfaat sebagai referensi, dan sampai jumpa di pembahasan Gimbot berikutnya!


Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Pas z Juty
February 21, 2024 8:53 pm

Thank you for this wonderful contribution to the topic. Your ability to explain complex ideas simply is admirable.

Ayyub Mustofa

Jarang main game sampai tamat kecuali untuk review. Menyukai hampir semua genre, dan hingga kini masih menunggu kemunculan Megaman X9.