HotGame, Zigma (Omega), Game Master, dan Game Stasion merupakan beberapa majalah game yang pernah eksis berada di Indonesia. Majalah-majalah game ini dulu merupakan medium satu-satunya bagi kita sebagai gamer untuk mendapatkan informasi yang kredibel terkait game.
Biasanya dalam majalah-majalah game itu berisi mengenai ulasan ringan hingga ulasan yang berat seperti walkthrough misalnya. Saya ingat betul dulu pernah membeli HotGame demi mendapatkan walkthrough terkait game Devil May Cry 3.
Majalah game sendiri pertama kali hadir di tahun 1997 lewat Game Master. Setelah itu, hype soal majalah game semakin ramai terutama ketika menginjak tahun 2000an. Beberapa corporate besar seperti Kompas Gramedia dan Jawa Pos misalnya ikut melahirkan majalah game.
BACA JUGA: Segelintir Detail dan Informasi Terbaru dari Cyberpunk 2077
Jawa Pos kala itu memiliki Game Mania sedangkan Kompas Gramedia memiliki Hot Game sebagai ujung tombak persaingan. Tapi sayangnya, persaingan seru majalah game di Indonesia hanya sebentar. Waktu demi waktu berlalu, satu per satu majalah game di Indonesia mundur.
Terakhir kali yang saya ketahui mundur dan tutup adalah Hot Game milik Kompas Gramedia. Hot Game mengakhiri penerbitannya di tahun 2013 dengan cover halaman game Watch Dogs. Sejak saat itu majalah game hanya sebatas kenangan. Beberapa orang beruntung merasakan masa di mana majalah game benar-benar menjadi alat penting bagi gamer sedangkan sebagiannya lagi tidak merasakan hal tersebut.
Gimbot mencoba untuk membahas, apa saja yang membuat majalah-majalah game ini berakhir menjadi kenangan. Ada beberapa poin yang menarik untuk diulas secara sedikit mendalam!
Akses Internet Sangat mudah Didapatkan

Akses Internet mungkin menjadi kambing hitam matinya media cetak di Indonesia tak terkecuali majalah game. Sebelum Internet masuk ke Indonesia secara optimal, majalah game masih menjadi primadona untuk mendapatkan informasi.
Bahkan beberapa orang rela untuk mendapatkan majalah game secara berkala dengan berlangganan di tempat-tempat penyedia majalah game.
Sebenarnya, internet sudah mulai bisa diakses di Indonesia pada awal 1990an. Tapi, saat itu hanya segelintir orang saja yang mampu mengakses internet misalnya perkantoran saja. Majalah game juga menjadikan internet sebagai basis untuk mencari informasi.
BACA JUGA: 5 Judul Video Game dengan Biaya Produksi Termahal
Jangkauan yang sempit membuat orang-orang mau tidak mau menjadikan media cetak sebagai sarana untuk mendapatkan informasi.
Tapi kemudian perkembangan internet di Indonesia sukses berkembang dari yang semula hanya dinikmati orang-orang tertentu menjadi lebih general. Semula internet hanya bisa diakses melalui PC saja hingga akhirnya bisa dinikmati di smartphone masing-masing orang di Indonesia.
Masifnya perkembangan internet di Indonesia bisa dibuktikan lewat sebuah survey yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). Di tahun 2018, tepatnya di bulan Februari, APJII mengungkapkan bahwa sebanyak 143,26 juta jiwa atau setara 54,7 persen penduduk di Indonesia telah terjangkau internet.
Tak hanya itu saja, data ini juga didukung oleh data ranking absolute growth yang dirilis We Are Social, yakni data perubahan tahun ke tahun berdasar jumlah pengguna internet di suatu negara.
BACA JUGA: Berdampak Positif, Berikut 4 Manfaat Bermain Video Game
Tercatat jumlah kenaikan penduduk yang menggunakan internet di Indonesia mencapai 17,3 juta jiwa dibandingkan tahun lalu, atau naik 13 persen.
Di awal tahun 2019 tepatnya bulan Januari, pengguna internet di Indonesia bertambah hingga mencapai 56 persen.
Dengan kenaikan yang cukup masif seperti ini, sudah jelas bahwa orang-orang di Indonesia kali ini lebih mengandalkan media internet sebagai basis untuk mencari informasi tak terkecuali bagi para gamer. Informasi di internet bisa dicari dan hasilnya akurat hanya dalam waktu hitungan detik.
Faktor informasi cepat dan akurat inilah yang kemudian membuat majalah game ditinggalkan hingga akhirnya tutup. Belum lagi ada Youtube yang bisa memuat video-video walkthrough yang jauh lebih akurat.
Perilaku gamer yang kini ingin informasi instan tentu sudah tidak sejalan dengan konsep majalah sendiri yang mengedepankan akurasi serta lama dalam memberikan informasi.
Ongkos Produksi yang Tidak Bisa Dilanjutkan

Susahnya menutup ongkos produksi ini merupakan faktor selanjutnya mengenai tutupnya majalah game di Indonesia. Di dunia korporasi, mencari untung adalah suatu hal yang wajib hukumnya. Keuntungan tersebut nantinya digunakan untuk memberikan bonus atau hal-hal lainnya yang berhubungan dengan masalah korporasi.
Tapi jika keuntungan susah dicari akibat turunnya jumlah penjualan, sudah jelas bahwa ongkos produksi nantinya bakal macet. Saya menjadi saksi di mana salah satu majalah olahraga terbesar di Indonesia, Tabloid Bola harus menyerah dan tutup pada akhirnya.
BACA JUGA: Alasan Memilih Game Fisik Dibandingkan Game Digital
Sama halnya seperti majalah game di Indonesia, mereka semua tutup karena sudah tidak mampu lagi bersaing di tengah gempuran internet yang menyebabkan mereka tak mampu lagi menutup ongkos produksi.
Mungkin jika berbicara soal idealisme, majalah game akan lebih punya sensasi ketika dibaca. Tapi jika berbicara soal realitas, perusahaan tidak mungkin melakukan produksi jika tidak ada pemasukan yang signifikan.
Beralih Menjadi Website

Untuk hal yang satu ini murni karena idealisme para direksi yang menangani majalah game. Untuk yang pandai membaca situasi, majalah game bakal beralih dan berevolusi menjadi website. Dengan nama besar yang mereka punya, mudah untuk nantinya memasarkan situs yang dikelola.
BACA JUGA: 5 Figur Pemegang Rekor Dunia Video Game yang Susah Dipecahkan
Di Indonesia sendiri, ada satu majalah game yang berubah menjadi website. Majalah tersebut adalah GameStation. Sedangkan yang lain memilih untuk tutup dan para lalakon utama yang dulunya berkecimpung di industri ini membuat situs baru tanpa membawa embel-embel majalah game yang dulu mereka bela.
Pilihan untuk mempertahankan merk satu-satunya adalah memang berubah menjadi website dan menutup format majalah.
Akhir Kata…
Sepertinya tiga hal tersebut menjadi hal yang paling signifikan dalam menghancurkan kiprah majalah game di Indonesia. Internet bagi saya pribadi menjadi faktor yang paling besar menyebabkan hal itu. Tapi tentu itulah perubahan zaman. Mau tidak mau orang harus mengikuti perubahan zaman termasuk para lalakon industri majalah game.
Bak pahlawan, setelah usai bertugas, memang akan bijak jika akhirnya majalah game pensiun atau berubah menjadi situs yang bisa kita nikmati.