Review Call of Duty: Black Ops 7 – Sekuel yang eksperimental dan juga kontroversial.


Call of Duty: Black Ops 7 bukanlah game yang sepenuhnya jelek walaupun sejumlah aspek desain game ini cukup dipertanyakan.

(Disclaimer: Ulasan Call of Duty: Black Ops 7 ini dimainkan dari Gamepass)

Ada beban berat yang selalu dipikul oleh setiap iterasi Black Ops. Berbeda dengan saudaranya Modern Warfare yang lebih “taktis”, militeristik, dan realistis, seri Black Ops terkesan selalu menjadi anak liar di keluarga Call of Duty (CoD) lewat lompatan timeline dan alur ceritanya yang masuk ranah psychological thriller.

Setelah 2024 lalu mengusung era Perang Teluk lewat Black Ops 6, Treyarch tahun ini memutuskan untuk melompat jauh ke masa depan, dengan menjadikan Black Ops 7 sebagai sekuel semi-futuristik dari Black Ops 2.

Banyak yang bilang ini adalah “Black Ops 2.5”, lantas apakah hasilnya jauh lebih baik atau justru malah jadi lebih buruk? Berikut review-nya.

Kembalinya fitur mabar campaign yang bukan tanpa cela

Jika kamu penggemar Black Ops 2, campaign kali ini akan terasa seperti reuni keluarga yang kacau (secara harfiah). Ending cerita Black Ops 2 yang dulunya diinterpretasikan secara bebas oleh para pemain, kini dipaksakan jadi satu lewat jalinan cerita canon yang membuat pilihan pemain game lamanya tak lagi jadi relevan.

Bobot cerita Black Ops 2 yang dulu dikemas layaknya film thriller militer menegangkan oleh David S. Goyer (penulis film Dark Knight trilogy) pun kini juga di-tone down menjadi perburuan aksi Evil Genius dengan villain yang sayangnya kurang berkesan di ingatan pemain.

Cerita yang lebih “ringan dicerna sambil makan popcorn” ini membuat bobot campaign Black Ops 7 terasa kurang jika dibandingkan dengan iterasi sebelum-sebelumnya. Apalagi Treyarch juga nekat menaikkan batas psychological thriller seri ini ke level absurd, di mana zombie hingga monster tanaman raksasa jadi bahan bakar aksinya.

Dengan keseluruhan narasinya yang terasa agak “tanggung”, Gimbot merasa ending Black Ops 7 terlalu menggantung, seolah sengaja dipotong untuk kebutuhan live Service dari game itu sendiri di masa depan.

Selain dibebani ekspektasi pemain atas kelanjutan cerita Black Ops 2 (yang dulu digadang-gadang sebagai salah satu seri terbaik Call of Duty), Black Ops 7 juga mengemban tugas berat lain yaitu menyempurnakan mekanisme co-op campaign yang dulu sempat hadir di iterasi Black Ops ketiga.

Fitur ini memang memberikan sedikit penyegaran baru bagi pemain yang bosan dengan model penyampaian campaign Call of Duty yang begitu-begitu saja, namun secara tidak langsung juga memaksa mereka untuk selalu terhubung online meskipun berniat bermain sendirian.

Treyarch sendiri mencoba menyeimbangkan misi linear sinematik dengan misi semi-terbuka lewat ke-11 misi campaign yang ada di Black Ops 7. Jika kamu jeli memperhatikan keseluruhan misi tersebut, kamu akan menyadari bahwa desain Black Ops 7 memang secara implisit didesain untuk bermain bersama orang lain.

Treyarch sengaja menyusupkan mekanisme mabar boss raid ala Destiny 2 di game ini untuk mempersiapkan pemain ke fitur baru mereka: Endgame, yang akan menjadi bagian dari live service Black Ops 7 selain konten battle royale Warzone, Zombie, dan update map multiplayer.

Ikuti tren extraction shooter, tapi kali ini tanpa PvP

Endgame merupakan mode PvE open-world dengan sedikit elemen “extraction shooter” yang lebih simpel dibandingkan eksperimen Call of Duty sebelumnya. Berbeda dengan mode DMZ Call of Duty: Modern Warfare 2, di Endgame Black Ops 7 pemain hanya perlu fokus kepada faktor leveling untuk menciptakan build karakter kuat yang bisa bertahan untuk terjun ke sesi bermain selanjutnya.

Layaknya progres bermain sebuah action RPG, di Endgame pemain akan menembaki musuh yang kali ini memiliki darah lebih tebal jika power level pemain tidak mencukupi. Jika mereka berhasil menyelesaikan misi dan mengumpulkan experience cukup, pemain akan naik level dan memilih percabangan skill yang build diinginkan mulai dari animasi reload yang semakin cepat, kapasitas granat makin besar, dan lain-lain.

Tidak adanya elemen PvP dalam mode ini, membuat Endgame terasa seperti sebuah arena roguelite, di mana pemain bebas melakukan leveling lewat misi apapun yang mereka mau, tentunya dengan faktor resiko kehilangan progres yang tetap harus dipertimbangkan.

Meskipun konsepnya yang menarik, sayangnya loop gameplay dari mode Endgame terasa kurang bergairah karena sedikitnya variasi struktur misi yang dijalani pemain. Selain itu minimnya elemen random encounter (di luar faktor interaksi antar pemain) juga membuat permainan Endgame terasa monoton, apalagi jika kamu sudah memaksimalkan build karaktermu dan telah mengalahkan Endgame boss di sesi sebelum-sebelumnya.

Banyak yang menyebut bahwa Endgame terasa seperti campuran mode PvE + elemen extraction + open-world dari seri populer lain, tapi hasil akhirnya tidak sepenuhnya memuaskan bahkan terasa “setengah jadi”. Gimbot pun juga merasa demikian.

Visibilitas di Mode Multiplayer yang semakin membaik

Game Call of Duty besutan Treyarch selalu dikenal lewat desain peta “3-Lane” (tiga jalur) yang klasik dan kompetitif. Di Black Ops 7, mereka masih tetap memegang teguh filosofi tersebut, kali ini dengan vertikalitas yang lebih tinggi karena penambahan unsur wall jumping yang semakin melengkapi fitur omni-movement ala Black Ops 6.

Lewat Black Ops 7, Treyarch kembali berani bermain dengan warna neon cerah, dan saturasi yang tinggi, sehingga membuat visibilitas musuh terasa lebih jelas. Gimbot sangat mengapresiasi ini karena sekarang tidak ada lagi momen mati ditembak oleh pemain lain yang “menyatu” dengan tembok gelap seperti multiplayer di seri Modern Warfare yang kerap diwarnai palet warna abu-abu membosankan.

Meskipun beberapa di antaranya fiktif dan semifuturistik, ragam senjata dalam Black Ops 7 tetap terasa “renyah” di telinga pemain. Suara kokangan, selongsong jatuh, dan suara hitmarker saat kepala lawan tertembak memberikan feedback audio yang memuaskan bagi pemain yang selama ini condong ke seri Black Ops dibandingkan realistisnya audio Modern Warfare.

Dari segi variasi map, Black Ops 7 juga menambahkan unsur nostalgia melalui remaster sejumlah map klasik seperti Raid, Hijacked, Express, dan lain-lain. Variasi map baru yang benar-benar diperkenalkan untuk seri kali ini tetap terasa oke, walaupun tidak seistimewa remaster map yang kerap mendominasi player vote di lobi pemain.

Secara keseluruhan, di Mode Multiplayer kali ini Treyarch seperti memilih “bermain aman” termasuk mengurangi pola Skill Based Matchmaking dan menuruti permintaan Persistent lobbies daripada harus kehilangan sebagian besar player base mereka yang terlanjur apatis dengan konsep eksperimental di mode Co-op Campaign.

Mode Zombies jadi penyelamat Black Ops 7

Bagi pemain kasual atau bapak-bapak yang refleksnya sudah menurun (seperti Gimbot kadang-kadang), mode Zombies bisa menjadi hiburan andalan yang layak dinanti di setiap iterasi Call of Duty Black Ops besutan Treyarch.

Kali ini Treyarch tetap setia dengan skema Round-Based Zombies dari Black Ops 6, dan melakukan double down ukuran arena lewat map Ashes of Damned yang terinspirasi TranZit dari mode Zombie Black Ops 2.

Alih-alih naik bus, kali ini kamu bisa mengendarai pickup bernama Ol Tessy, mencari upgrade-nya, dan membawanya mengelilingi POI (point of interest) di peta sekedar untuk berburu easter egg, melawan boss, atau bertahan hingga ronde terjauh.

Dari sekian mode permainan yang terdapat di Black Ops 7, menurut Gimbot mode Zombies di Black Ops 7 adalah salah satu yang paling solid dan matang dalam pilihan paket ini. Lewat kombinasi mapnya yang besar, variasi mode, sistem upgrade dan progres yang mendalam (serta balance antara nostalgia vs. modernisasinya yang memantik support komunitas pemain Zombies), boleh dibilang mode ini adalah penyelamat di Black Ops 7. Jadi masih adakah alasan lain lagi bagi Activision untuk merilis game “Call of Duty khusus Zombie”?

Kesimpulan: beli atau tidak?

Jujur saja, menurut Gimbot peluncuran Black Ops 7 empat pekan lalu rasanya agak “terjal” karena rilis game FPS kompetitor yang jauh lebih diapresiasi gamer di luar sana. Walaupun demikian, Call of Duty: Black Ops 7 sendiri bukanlah hiburan yang sepenuhnya jelek walaupun sejumlah aspek desain game ini cukup disayangkan (dan juga dipertanyakan oleh veteran seri Black Ops).

Mainkan jika:
– Suka gameplay multiplayer FPS ala Call of Duty dengan TTK-nya yang dinamis,
– Kamu rindu berbagai map klasik dari serial Black Ops,
– Cinta mati sama mode Zombie klasik yang berbasis pergantian ronde,
– Kamu cari hiburan PvE shooter bersahabat lewat mode Endgame,
– Kamu ada langganan Gamepass aktif dan ada kapasitas ruang lebih untuk download

Pikir dulu jika:
– Kamu mengharapkan campaign dengan cerita yang oke dari Black Ops 2,
– Internet rumahmu sering banget bermasalah (di sini main campaign wajib online),
– Kamu diajak mabar temanmu bermain game lain yang lebih populer (duh)


Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Hideo Kojami

Post-apocalyptic game connoisseur. Gamer dad yang suka main game bertema kiamat nuklir