Munculnya game PlayerUnknown’s Battlegrounds ternyata membawa hal besar di industri game. Ya, berkat game itu kita kedatangan sebuah genre yang cukup digemari banyak gamer yaitu battle royale. Ubisoft bahkan baru-baru ini meluncurkan game battle royale mereka sendiri yang berjudul Hyper Scape.
Ini menjadi bukti bahwa kesuksesan PUBG dan Fortnite membuat banyak developer berlomba untuk menciptakan game serupa. Tentu dengan menumpuknya game battle royale sudah jelas menyebabkan persaingan terbuka.
BACA JUGA: Detail Menarik yang Perlu Kamu Ketahui dari Crash Bandicoot 4
Hasilnya, game yang idenya stagnan dan cenderung dianggap membosankan akan kalah dengan game battle royale yang inovatif. Semakin unik dan inovatif, maka semakin mungkin juga mereka untuk bersaing dengan game-game battle royale lainnya.
Hasil dari persaingan, beberapa game sampai gulung tikar! Kami setidaknya sudah mengumpulkan enam game battle royale yang kini sudah mati ditelan persaingan. Kira-kira ada game apa saja? Berikut ulasannya!
1. Radical Heights
Game pertama yang harus gulung tikar di genre battle royale dalam daftar ini adalah Radical Heights. Dibuat oleh studio yang didirikan oleh kreator game kawakan, Cliff Bleszinski, nyatanya game ini harus gagal karena banyak faktor. Cliff sendiri mengembangkan Radical Heights di bawah bendera Boss Key Productions, studio game yang memulai debutnya lewat LawBreakers.
Tapi sayangnya, LawBreakers yang banyak diminati di masa beta hanya bertahan beberapa hari sebelum ramai-ramai ditinggalkan para gamer. Boss Keys kemudian membuat game battle royale bernama Radical Heights yang memiliki visualisasi tema unik tapi masih cukup kaku dari segi kualitas produksi.
Sayangnya, keterlambatan untuk meluncurkan Radical Heights membuat mereka tidak beruntung. Puncaknya, Boss Key resmi bubar diikuti dengan Radical Heights yang juga ikut-ikutan bubar setelah server mereka secara resmi ditutup.
2. The Culling 2
Game battle royale kedua yang keok ditelan persaingan adalah The Culling 2. Game ini sebelumnya menjanjikan bakal menghadirkan elemen battle royale yang lebih baik lagi dibandingkan The Culling pertama. Dari segi matchmaking, game ini mengklaim akan menawarkan permainan yang lebih fokus di bagian persenjataan api dibandingkan elemen crafting di game sebelumnya.
Selain itu, The Culling 2 juga menjanjikan bakal memperluas setiap aspek yang ada di game pendahulunya sehingga pertarungan menjadi lebih seru dan intense. Tapi sayangnya, game keluaran 2018 ini harus menerima review sangat negatif di Steam karena dianggap minim inovasi dan melenceng jauh dari selera pemain The Culling pertama.
BACA JUGA: Beberapa Cara Mengoptimalkan Game Horizon Zero Dawn di PC
Kegagalannya mendorong sang developer, Xaviant untuk tidak menjual game ini lagi. Bahkan salah satu petinggi developer itu, Josh Van Veld mengakui jika dalam pembuatan game itu banyak kesalahan yang mereka lakukan.
Xaviant juga mengakui jika game itu bukanlah penerus The Culling. Setelah penutupan tersebut, Xaviant mengembalikan uang kepada gamer yang sudah membeli game ini dan kembali memfokuskan diri di game The Culling yang pertama.
3. Island of Nyne
Game lainnya yang keok di persaingan genre battle royale adalah Island of Nyne. Ini merupakan game battle royale bertema sci-fi FPS yang dikembangkan oleh developer bernama Define Human Studios. Awalnya, game ini sudah sampai ke tahap early access di Steam tahun 2018. Namun sayang, nasibnya tidak seperti game battle royale lainnya.
Tapi sayangnya, masih di tahun 2018 tepatnya bulan Desember, game ini dihentikan pengembangannya. Penilaiannya yang buruk membuat banyak gamer merasa rugi membeli game yang satu ini. Define Human Studios menyerah untuk mengembangkan game tersebut.
4. SOS
Game yang memulai semuanya dengan langkah yang baik. Ya, SOS: Battle Royale banyak dianggap dan diprediksi sebagai game yang bakal sukses. Game ini juga harus diakui punya premis yang ciamik di mana kalian harus mencari sebuah benda dan mempertahankannya dari pemain lain.
Sayangnya, sang developer Outpost Games tiba-tiba mengumumkan jika game ini akhirnya harus tutup usia. Faktor persaingan yang ketat membuat game ini harus keok duluan. Pasalnya, SOS harus bersaing dengan Fortnite, Call of Duty: Blackout, dan game-game lainnya.
Tutupnya SOS juga salah satunya dikarenakan cukup banyak pemain yang tidak puas dengan gameplay-nya yang dianggap kekurangan konten menarik. Padahal dari sisi visual dan premis, game ini cukup lumayan bagus. Sayang keberuntungan tak berpihak pada mereka.
5. Paladins Battleground
Paladins merupakan salah satu game yang cukup ramai dimainkan orang karena dianggap sebagai versi gratis dari Overwatch. Seiring jalannya waktu, game ini memiliki mode battle royale mereka sendiri yang dibuat untuk mengekor kesuksesan Fortnite di tahun 2018 silam.
Mode bernama Paladins Battlegrounds ini mencoba mengusung elemen hero shooter ke dalam mode permainan baru, namun pada akhirnya harus gagal karena sulitnya menyeimbangkan gameplay shooter ala Overwatch di dalam battle royale. Pada akhirnya, Hi-Rez menutup mode ini dan mengeluarkan game terpisah bernama Realm Royale dengan konten yang lebih balance daripada battle-royale ala Paladins.
6. Darwin Project
Developer bernama Scavengers pernah ikut-ikutan untuk membangun game battle royale. Namun sayangnya, developer ini harus mengakui kedigdayaan game battle royale lainnya. Game besutan mereka, Darwin Project gagal untuk memenuhi ekspektasi para gamer. Tak lama dari perilisannya, game ini mulai kesulitan untuk menggapai basis pemain yang besar seperti Fortnite dan PUBG.
Scavengers tentu tidak diam saja di mana mereka melakukan berbagai pembaharuan untuk mempertahankan eksistensi mereka di mata gamer. Tapi sayangnya, usaha untuk mempertahankan jumlah gamer yang memainkan game ini terlampau sulit hingga membuat game yang baru dirilis pada 14 Januari 2020 harus ditutup.
Hanya berselang dua bulan saja, tepatnya 13 Mei 2020, Scavengers Studio mengumumkan bahwa pengembangan konten game ini akan dihentikan. Meski begitu, server tetap dibuka untuk para pemain hingga akhir tahun 2020. Tentu berita ditutupnya game ini cukup menyedihkan.
Padahal beberapa media game ternama seperti Digital Trends dan Kotaku mengakui kualitasnya. Bahkan dari sisi review di Steam, game ini mendapatkan review positif dari para pemainnya.
