Review Predator: Hunting Grounds – Tribut Potensial yang Perlu Pembuktian Waktu


Entah menjadi yang berburu ataupun diburu, intinya kamu tetap akan menjadi pihak yang bersenang-senang di game rasa "Early-Access" ini.

Disclosure: Ulasan Predator: Hunting Grounds ini menggunakan review copy resmi yang disediakan oleh Sony.


Aksi perburuan alien di tengah rimba hutan seperti dalam film Predator memiliki elemen ketegangan yang menarik untuk diadaptasi ke dalam medium video game. Sebelum Predator: Hunting Grounds rilis di pasaran, elemen gameplay semacam ini sempat Gimbot cicipi tiga tahun lalu lewat penambahan konten Ghost Recon Wildlands yang cukup seru, meskipun absurd dari segi kesinambungan cerita franchise game Ubisoft satu itu.

Developer IllFonic tampaknya melihat peluang menarik dari aksi melawan alien tak kasatmata di film tersebut. Dengan menyajikan gameplay asymmetrical online yang naik daun beberapa waktu terakhir, developer ini merancang arena “rimba perburuan” para Predator lewat Predator: Hunting Grounds. Pertanyaannya sekarang, apakah game itu layak kamu beli atau tidak? Berikut ulasan Gimbot.

Pengalaman Berburu Otentik ala Film Predator Klasik

The jungle… it just came alive and took him.

Permainan online multiplayer jenis asymmetrical belakangan menjadi tren yang cukup menarik dalam perkembangan genre video game modern. Sejak mulai diprakarsai oleh Natural Selection 2, kemudian dipopulerkan Evolve, Dead by Daylight, hingga Resident Evil: Resistance, sub-genre online multiplayer ini perlahan-lahan mulai memiliki tempatnya tersendiri pasaran. IllFonic selaku developer Predator: Hunting Grounds, bahkan sebelumnya merilis game bergenre serupa lewat adaptasi dari film horor Friday the 13th.

Melihat pengalaman IllFonic dari pengerjaan game online serupa, Gimbot tidak ragu dengan kemampuan developer ini dalam menerjemahkan aksi perburuan sang Predator ke dalam genggaman tangan kita. IllFonic seakan tahu bahwa film Predator pertama (dibintangi aktor kawakan Arnold Schwarzenegger) merupakan aspek terpenting yang harus diterjemahkan secara otentik kepada fans dan pemain, hal ini dimulai dari penyajian musik, tema perburuan di rimba hutan, hingga eraman sang monster alien yang khas.

Jika kamu sudah pernah menyaksikan film ini sebelumnya, kamu akan familier dengan konsep inti game ini karena gameplay Predator: Hunting Grounds kurang lebih menggambarkan premis keseluruhan aksi dari film keluaran tahun 1987 itu.

Menjadi seorang stalker tak pernah semenyenangkan ini

Di sini lima orang akan dibagi ke dalam dua tim. Tim pertama adalah Pasukan Khusus (Special Ops) yang terdiri dari empat pemain, sedangkan sisanya akan menjadi sang Predator. Setiap tim dibagi lagi ke dalam tipe kelas karakter yang berbeda-beda. Mereka bisa menjadi kelas Recon/Scout yang lemah namun unggul dari segi teknis dan kecepatan, tipe Assault/Hunter yang berimbang, hingga kelas berat seperti Support atau Predator Berserker.

Kedua kubu menawarkan model gameplay yang berbeda. Sebagai Tim Special Ops, kamu akan menyusuri arena permainan dari keterbatasan perspektif first person shooter. Sebaliknya, jika kamu bermain sebagai Predator, game ini membuat peranmu sedikit lebih leluasa melalui perspektif pandangan third person. Variasi gameplay ini sedikit banyak mengingatkan Gimbot akan Evolve, minus skill karakter individualnya yang lumayan kompleks.

Shotgun adalah pembasmi hama Predator terbaik di game ini

Setiap tim akan memiliki gol masing-masing. Tim Special Ops bertugas menyelesaikan objektif yang tersebar di sekitar peta, sedangkan si Predator akan menjadi sosok “pengganggu” yang mengincar kepala setiap anggota tim lawan untuk dijadikan tropi. Mana pun jenis peran yang kamu pilih, nantinya aksi kedua kubu tersebut akan bersinggungan di tengah jalannya permainan, bak adegan Schwarzenegger melawan si alien dalam film Predator (pemain Special Ops bahkan juga bisa mengoles lumpur ke tubuh karakter mereka agar tak terlihat Predator loh).

Di saat tim Special Ops sedang sibuk menyelesaikan obyektif, si Predator bisa saja sedang sibuk menguntit salah satu pemain yang tak sengaja terpisah dari rombongannya untuk menunggu momen menyerang yang pas. Walau dibekali equipment dan kemampuan mematikan, namun bukan berarti di sini sang Predator menjadi sosok yang tak terkalahkan di rimba perburuan. Jika pemain Predator salah perhitungan, mereka bisa menjadi pihak yang balik diburu oleh tim Special Ops demi mendapat skor (dan poin experience) permainan yang lebih tinggi dibandingkan penyelesaian misi biasanya.

Aksi kucing-kucingan semacam ini sudah menjadi semacam stempel bagi permainan asymmetrical multiplayer yang belakangan nge-hit berkat popularitas Dead by Daylight. Berbeda dengan game sejenisnya, gameplay dalam Predator: Hunting Grounds terasa sedikit lebih dinamis karena variasi obyektifnya yang tidak selalu terpaku pada kemenangan satu pihak saja.

Sebagai Predator misalnya. Meskipun aksi perburuannya gagal di tengah jalan, pemain Predator tetap bisa “membalaskan” kekalahannya dengan melakukan aksi bom bunuh diri yang berpotensi membunuh semua tim Special Ops di zona ledakan, demi mendapatkan skor. Aksi ini cukup riskan karena jika tim lawan cukup cerdik (dan nekat), mereka bisa saja menggagalkan aksi Kamikaze sang Predator lewat metode hacking untuk membalikkan situasi dan skor permainan.

“Lari dan selamatkan diri kalian gengs!”

Sebaliknya sebagai tim Special Ops, kamu bisa mendapatkan poin dan juga Veritanium (mata uang game ini) lewat berbagai cara seperti menyelesaikan objektif permainan, membunuh NPC, mengalahkan Predator, kabur ke titik penjemputan, atau menjadi satu-satunya orang yang selamat dari ledakan bunuh diri si Predator.

Intinya menjadi pihak yang memburu ataupun diburu, kamu tetap akan bersenang-senang di Predator: Hunting Grounds, dan apabila kamu penggemar film Predator, aksi kucing-kucingan yang ditawarkan game ini bisa menjadi hiburan tribut tersendiri, kendati tidak ada elemen Single Player Campaign maupun Story yang bisa memikat perhatian pemain. Yah anggap saja kurang lebih seperti kamu membeli mainan figure Predator keluaran N.E.C.A. dan berkhayal melakukan perburuan kepala manusia di hutan rimba.

Problema Klasik yang Akan Dibenahi oleh Pamor dan Waktu

You‘re one ugly motherfather

Terlepas dari premis permainan asymmetrical-nya yang lebih dinamis dan situasional, Predator: Hunting Grounds tetap memiliki sejumlah problema yang selalu dialami game online multiplayer di awal masa kemunculannya, terutama dari sisi populasi pemain.

Menurut Gimbot, game online dengan genre semacam ini mempunyai fase awal yang sangat bergantung kepada animo para pemainnya. Apabila mereka tidak mampu memberikan impresi yang positif dalam jangka panjang atau gagal mempertahankan populasi gamer-nya untuk tetap aktif, bisa jadi penyusutan basis pemain akan menjadi masalah tak terelakkan yang akan membuat proses matchmaking menjadi semakin susah didapat.

Beruntung dari awal Predator: Hunting Grounds telah mendukung fitur crossplay antara gamer PlayStation 4 dengan PC (via Epic Game Store), sehingga urusan populasi pemain sedikit banyak bisa terbantu, apalagi di saat insentif bermain dan variasi konten game ini bisa dibilang masih tergolong cukup sedikit.

Ada lootbox yang hanya bisa dibeli dengan cara bermain saja di sini. Belum ada microtransaction

Ya, saat diluncurkan, Hunting Grounds belum menyertakan sistem insentif bermain seperti Daily Mission maupun Weekly Objective yang lumrah dijadikan pemain sebagai alasan grinding untuk memperoleh pencapaian tertentu di dalam game. Sistem Ladder untuk menjembatani jurang leveling skill antar pemain pun juga masih belum ada sehingga tidak sedikit momen di mana pemain baru harus melawan Predator kelas wahid dengan equipment berburunya yang sangat advance.

Selain itu, faktor customization yang menjadi magnet dari jenis permainan ini pun juga tidak memiliki banyak variasi dan kurang mendetail dari sisi peletakan cosmetic (padahal Gimbot berharap bisa menambahkan brewok ke wajah karakter Gimbot agar terlihat garang!). Alhasil, Predator: Hunting Grounds terasa seperti game early-access minus embel-embel “early-access” yang seharusnya bisa membuatnya kebal dari omelan gamer dan kritik.

Presentasi yang Lumayan Oke untuk Game Rasa “Early-Access

Aspek visual Predator: Hunting Grounds bersinar di bagian atmosfer permainan

Lantas apakah segelintir kekurangan tadi adalah hal yang buruk? Tidak juga. Asalkan IllFonic secara konsisten terus menambahkan berbagai fitur dan konten baru ke dalam game ini ke depannya, Gimbot pikir Predator: Hunting Grounds masih berpeluang untuk menjadi suguhan adaptasi film-to-game yang cukup oke, toh dari segi presentasi visual dan suara, Hunting Grounds tidaklah seburuk yang dibayangkan.

Berkat kelebihan dari Engine Unreal keempat, Hunting Grounds memiliki tampilan grafis yang cukup oke dari segi lingkungan, sinar cahaya, efek, dan aset pepohonan di hutan rimba. Variasi dari latar lingkungan arenanya (serta objektif pemain Tim Special Ops) yang acak, setidaknya menutupi kekurangan visual game ini di bagian wajah karakter, model NPC, dan glitch tekstur yang kadang terlihat di beberapa sudut permainan (dan juga menu utama).

If it bleeds, we can kill it

Elemen visual game ini saat pemain berperan sebagai Predator juga patut diapresiasi, apalagi di momen ketika si Predator menyalakan sistem kamuflase dan sensor pencari panasnya untuk memburu musuh di pedalaman hutan. Animasi ketika Predator memanjat pohon dan melompat dari satu dahan pohon ke titik lainnya dikemas dengan efek suara gebukan yang imersif, lengkap dengan erangan monster yang akan membuat lawanmu terdiam sejenak untuk mencari keberadaan si Predator.

Di luar beberapa hal tadi, kekurangan lainnya yang Gimbot keluhkan di sini adalah animasi NPC musuh yang terlihat kaku dengan kepintaran yang nampak sengaja dibuat “bodoh” agar tidak membebani pemain (yang mana justru akan lebih sering terbunuh oleh si Predator dibandingkan tentara NPC).

Meskipun menjadi faktor yang sering disepelekan pemain, namun pada momen-momen tertentu, NPC musuh di Hunting Grounds tetap akan memberimu kejutan tersendiri, entah itu menyudutkan tim kamu dengan jumlahnya yang terus menerus bermunculan atau justru menjadi faktor pendukungmu dalam mengalahkan si Predator.

Kesimpulan: “Diburu” Hanya Saat Kamu Mau Saja

Merekomendasikan game asymmetrical online multiplayer seperti Predator: Hunting Grounds merupakan hal yang relatif cukup kompleks bagi Gimbot, tergantung dari seberapa besar minat kamu terhadap game semacam ini di saat sekarang. Bila kamu mencari hiburan yang “berbobot” dengan jalan cerita menarik, Hunting Grounds jelas bukan pilihan tepat karena ia lebih cocok untuk dijadikan selingan yang cukup menghibur, baik di saat sendiri atau sedang bermain bersama teman-teman.

Jika kamu adalah seorang livestreamer atau pembuat konten video, game jenis ini bisa menjadi magnet audiens yang menarik karena hasil akhir permainannya yang sangat situasional, dan tidak bisa ditebak, (bahkan oleh kemunculan glitch-nya sekali pun). Hal ini pula yang membuat Dead by Daylight kemudian menjadi populer hingga menjadi primadona bagi genre permainan semacam ini di luar sana, walau awalnya juga dangkal dari segi variasi konten seperti yang dihadapi Hunting Grounds saat ini.

BACA JUGA: Review Final Fantasy VII Remake – Cinta Pertama, Tetap Abadi Walau Berbeda

Menurut Gimbot, game asymmetrical online multiplayer biasanya membutuhkan sekian waktu agar bisa terpoles hingga jadi bersinar. Andai pengembangan konten pasca-rilisnya bergerak ke arah positif dan ke depannya diterima gamer secara meluas, tidak menutup kemungkinan Predator: Hunting Grounds bakal menjadi game multiplayer yang menarik untuk dikoleksi.

Dan ketika saat itu tiba, Gimbot yakin kamu sudah tahu apa yang harus dilakukan ketika melihat game ini nongol di etalase game digital diskonan.


Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Minbot

I used to be a game writers just like you... but then I took an arrow to the knee!